Scroll untuk baca artikel
News

Juru Bicara JK Angkat Bicara: Lippo Terapkan Serakahnomics Demi Dapatkan Lahan 16,4 Ha

×

Juru Bicara JK Angkat Bicara: Lippo Terapkan Serakahnomics Demi Dapatkan Lahan 16,4 Ha

Sebarkan artikel ini
lippo terapkan serakahnomics
Jurubicara Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla, Husein Abdullah. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Makassar – Ketegangan di sektor properti dan pembangunan wilayah kembali memanas. Kali ini melibatkan klaim lahan kontroversial oleh raksasa properti Lippo Group di Makassar. Juru bicara Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK), Husein Abdullah, melancarkan kecaman keras dan menuduh PT. Gowa Makassar Tourism Development (GMTD), yang terafiliasi dengan Lippo, telah secara terang-terangan Lippo Terapkan Serakahnomics dalam upaya penguasaan lahan seluas 16,4 hektare di Jalan Metro Tanjung Bunga, Kecamatan Tamalate.

Klaim kepemilikan Lippo yang bersandar pada Surat Keputusan (SK) Gubernur No118/XI/1991 tanggal 5 November 1991, dibantah habis-habisan oleh pihak JK. Husein, yang akrab disapa Uceng, menegaskan bahwa dokumen legal tersebut pada dasarnya hanya memberikan izin prinsip untuk pengembangan usaha pariwisata, bukan carte blanche untuk real estate, apalagi kegiatan jual beli tanah seperti yang selama ini dijalankan Lippo-GMTD di kawasan tersebut.

“Pelaksanaan SK tersebut tidak boleh asal main rampas tanah milik rakyat. Karena itu sama saja mempraktekkan ‘Serakahnomics’ yang dilarang oleh Presiden Prabowo,” ujar Husein dalam nada emosional, menekankan bahwa tindakan ini bertentangan dengan semangat keberpihakan pada ekonomi rakyat. Tuduhan bahwa Lippo Terapkan Serakahnomics menjadi pusat kritik moral dan hukum terhadap raksasa bisnis tersebut.

SK Dicabut, Praktik Rakus Tetap Berjalan?

Inti permasalahan hukum ini semakin diperdalam dengan pengungkapan fakta bahwa SK penugasan pembangunan pariwisata tahun 1991 itu ternyata sudah dicabut. Uceng dengan tegas menyebutkan adanya SK Gubernur No. 17/VI/1998 tanggal 24 Juni 1998 yang membatalkan dokumen sebelumnya.

Menurut Uceng, perubahan tujuan peruntukan dari pariwisata ke real estate tidak dapat dibenarkan dari sudut pandang moral hukum. Tujuan awal SK adalah menciptakan manfaat berganda (multiplier effect) yang menguntungkan publik, seperti peningkatan pendapatan daerah melalui pajak dan retribusi, penyerapan tenaga kerja skala besar, pelestarian budaya lokal, dan meningkatnya ekonomi warga dari perputaran belanja wisatawan.

Namun, yang terjadi di Tanjung Bunga Makassar justru berbanding terbalik. Kawasan yang awalnya diharapkan memakmurkan rakyat, justru disulap menjadi real estate, mengubah janji manfaat publik menjadi keuntungan properti murni. Juru bicara JK menyindir keras Lippo dengan menyatakan bahwa justru Kalla bersama Trans Corp lah yang mengembangkan industri pariwisata di kawasan tersebut, terbukti dengan dibangunnya wahana bermain anak-anak terbesar yang menjadi bagian dari Trans Kalla Mall, sebuah fakta yang bahkan dicantumkan Lippo dalam situs web GMTD mereka.

Kasus ini menjadi sorotan tajam, menunjukkan dugaan arogansi korporasi yang mengabaikan kepentingan publik dan peraturan hukum demi ambisi bisnis semata. Tuduhan bahwa Lippo Terapkan Serakahnomics bukan sekadar gertakan politik, melainkan sebuah kritik fundamental terhadap model bisnis yang mengorbankan mandat awal pembangunan dan kesejahteraan masyarakat lokal. Publik kini menantikan tindak lanjut pemerintah daerah dan pusat untuk memastikan keadilan ditegakkan di atas klaim-klaim lahan yang penuh drama ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *